Senang rasanya karena dalam dua minggu terakhir bisa menyaksikan film anime berkualittas tinggi di bioskop lagi. Setelah terakhir kali menonton film anime di bioskop itu pada Maret Tahun 2022 lalu yaitu Jujutsu Kaisen O The Movie, akhirnya di minggu keempat Februari 2023 kemarin, saya bisa bertemu lagi dengan kesukaan saya sejak 20 tahun lalu yakni Slam Dunk.
Film Slam Dunk pertama ini bertajuk “The First Slam Dunk” dengan alur cerita yang maju mundur tapi timeline-nya dimulai saat Tim Basket Shohoku akhirnya memulai debutnya di Interhigh dan berhasil sampai di pertandingan melawan Sanoh, sekolah dengan Tim Basket unggulan yang bahkan sudah sering diulas di berbagai media di Jepang.

Meskipun tokoh utama Slam Dunk adalah Hanamichi Sakuragi, di film ini yang lebih banyak diulas adalah Ryota Miyagi, si Penyerang Cepat Shohoku Nomor 7. Fans termasuk saya yang walaupun mengikuti cerita anime atau manganya mendapat lebih banyak pencerahan tentang latar belakang hidup Ryota di film ini. Ada juga sekilas tentang masa muda pemain favorit saya, Hisashi Mitsui si Three Pointer andalan, yang ternyata sangat ganteng saat SMP, hahaha.
Okeee okee, kembali ke laptop.
Secara desain, sebenarnya kurang lebih sama dengan versi animenya kecuali Haruko yang menurut saya jauh lebih cantik versi anime series-nya dibanding versi movie ini, tapi itu pendapat saya ya. Sedangkan untuk animasinya ya tentu berbeda jauh karana saat ini teknologi dalam film anime atau animasi semakin canggih. Film nya tentu sangat mencekam karena terasa sekali bagaimana mereka berjuang detik demi detiknya, apalagi di saat pertandingan sudah hampir berakhir, saya sampái menahan napas, seisi studio bioskop pun hening. Pokoknya tidak rugi menonton film ini di bioskop karena rasa sentimentil dan emosionalnya jauh terasa. Apalagi bagi para pencinta Slam Dunk sejak dulu.

Sebagai fans sejak 20 Tahun lalu, mengharukan rasanya akhirnya bisa bertemu lagi dengan cerita Sakuragi dan Rukawa yang sukses membawa bernostalgia ke masa-masa SD-SMP saya. Banyak cerita lucu saya saat dengan berbagai keterbatasan saat itu tetap berupaya menonton Slam Dunk. Haha, menarik dan lucu jika dikenang.

Okee, lanjut.
Berselang dua minggu setelahnya, saya akhirnya bertemu lagi denga karya terbaru Makoto Shinkai-Sensei yakni Suzume. Seperti karya-karya Sensei yang lainnya, Suzume tentu memiliki desain dan animasi yang mempesona dan membuai mata. Ciri khas Sensei yakni langit penuh warna dan bintang tentu bisa ditemui di beberapa scene.
Tak perlu diragukan memang, Suzume seperti film pendahulunya punya cerita yang kuat, mengaduk-aduk emosi, dan lagu-lagunya pun sudah familiar terdengar karena sering dipakai sebagai sound konten Instagram tau Tiktok. Wajar saja, Suzume sudah rilis pertama kali di Jepang akhir tahun 2022 lalu dan baru masuk Indonesia Maret 2023 ini.

Menonton Suzume di bioskop sangat saya rekomendasikan karena makin puas menyaksikan animasi khas Sensei yang makin hari makin real dan sangat detail. Tak sabar rasanya menantikan karya-karya Sensei selanjutnya, penasaran kira-kira berkisah tentang apa lagi ceritanya. Makoto Shinkai sepertinya tidak pernah kehabisan ide karena terbukti bisa menghasilkan karya baru setiap dua tahun sekali. Sangat menginspirasi.

Masih dalam euforia pasca menonton Suzume, hari ini tanpa sengaja saya melihat sebuah konten di instagram yang isinya menunjukkan video para fans suatu grup musik Jepang yang dalam video itu terlihat begitu terhanyut ikut menyanyikan lagu bersama idolanya sambil berteriak dengan sepenuh hati mengucapkan kata demi kata dari lirik lagu tersebut. Mungkin saking menjiwai dan suka, mereka bahkan terlihat seperti tidak peduli bahwa aksi meraka itu mencuri perhatian dan penilaian banyak orang yang mungkin kurang familiar dengan aksi fans seperti itu. Di Jepang hal tersebut sudah lumrah terjadi dan bukan hal yang aneh di sana, tapi sepertinya tidak untuk di Indonesia.
Hal itu bisa terlihat dari berbagai komentar yang dituliskan dengan tendensius dan tersirat memojokkan para penggemar hal-hal berbau Jepang, tidak terkecuali anime. Istilah wibu pun banyak diucapkan. Secara garis besar, para komentator ini menyematkan stigma kepada para penyuka anime sebagai anti sosial yang hanyut dalam dunia khayalan, tidak jelas masa depannya, dan tidak punya kehidupan selain anime. Mungkin pemikiran seperti itu muncul karena mereka mengamati ada oknum yang bertindak seperti itu di lingkungan meraka, tapi hal tersebut tentu tidak bisa digeneralisasi ke semua penyuka anime.
Masih banyak para penyuka anime yang menyikapi rasa sukanya dengan batasan yang jelas. Banyak yang menjadikan anime itu sebagai sumber inspirasi dan motivasi. Mereka tahu mana yang bisa dipetik untuk diimplementasikan di hidup sehari-hari dan mana yang tidak.
Tanpa bermaksud membela diri sebagai penyuka anime, ada beberapa alasan konstruktif yang membuat saya tetap menyukai anime meski sudah di usia kepala 3 saat ini.
Pertama, sejak kecil saya suka menggambar dan menikmati karya hasil gambar orang lain. Tentu di sini saya sebagai penikmat terhadap karya yang menurut saya style-nya bagus dan sesuai selera saya. Sering juga karya-karya tersebut jadi inspirasi bagi saya untuk sekedar corat-coret membuat gambar untuk mencurahkan apa yang ada di kepala saya meskipun hasilnya tentu tidak seberapa karena latihan yang jarang bahkan hampir tidak pernah. Tapi saya tidak ingin benar-benar terlepas dari kesenangan menggambar itu. Anime-lah yang selalu membuat saya ingat untuk kembali pada dunia menggambar, sesuatu yang saya cintai sejak kecil.
Kedua, banyak cerita dalam anime yang sangat menginspirasi. Banyak cerita tokoh yang sangat relevan dengan kehidupan sehari-hari sehingga pesan-pesan dan semangat yang diucapkan para tokoh tersebut bisa dijadikan penyemangat dan pengingat untuk menjalani hidup yang penuh makna dan bahagia.
Ketiga, anime sering mengingatkan saya pada begitu banyak mimpi yang saya panjatkan saat kecil dulu. Kehidupan saat ini tentu patut saya syukuri tapi masih ada impian masa kecil yang ingin saya wujudkan dan itu menjadi penyemangat tersendiri bagi saya.
Seperti hobbi atau kegemaran lainnya, anime juga bisa memberikan dampak negatif jika tidak disikapi dengan bijak. Itulah perlunya menerapkan batasan diri dan berusaha untuk selalu disiplin pada batasan itu. Dengan demikian, antara tanggungjawab terhadap kehidupan nyata dan kegemaran akan dunia imaginatif akan seimbang. Apalagi jika bekerja di bidang yang membutuhkan imajinasi dan kreativitas tinggi, anime justru sangat membantu karena banyak sumber inspirasi yang bisa digali.
Jadi, bijaklah dalam menyukai sesuatu. Pun dengan netizen, setiap hobbi memang berbeda. Hanya karena hobbi yang disenangi berbeda jauh dengan orang lain bukan berarti hobbi yang satu lebih rendah dari yang lain. Jadi respect-lah terhadap hobbi masing-masing sejauh tidak ada pihak yang dirugikan dan hobbi itu bisa membuat penikmatnya lebih bahagia, bersemangat, dan produktif.
Jadi, apa hobbi masa kecilmu yang masih bertahan hingga sekarang?
