Kembali ke Bromo

Gunung menjadi satu hal yang sentimental bagi saya. Saya sangat mencintai gunung. Waktu kecil, saya kerap melihat gunung dari kampung saya, atau saat bermain ke rumah Opung. Kami juga kerap melewati beberapa gunung saat melakukan perjalanan keluarga. Tapi ya hanya sebatas itu, hanya melihat dari kejauhan.

Sejak tahun 2014 lalu, akhirnya saya mulai trip ke gunung pertama saya, Gunung Bromo, Jawa Timur. Meskipun bagi so called “anak gunung” bahwa mendaki Gunung Bromo itu bukanlah mendaki yang sesungguhnya, buat saya pribadi, Gunung Bromo tetap menjadi gunung yang patut diperhitungkan.

Perjalanan ke Gunung Bromo kala itu cukup menyenangkan, karena benar-benar kami lakukan ala backpacker. Kami menginap di homestay warga, naik jeep terbuka di tengah malam, makan pun makanan rumahan yang dimasak pemilik homestay.

Sayangnya, sunrise yang kami tunggu-tunggu di Gunung Bromo tidak maksimal saat itu. Kabut menutup Gunung Bromo dan sekitarnya. Bahkan hanya puncak Semeru yang terlihat. Tapi, meskipun begitu, entah kenapa kami sangat senang, haha. Mencoba mensyukuri sambil berharap suatu saat bisa kembali lagi dengan pemandangan yang lebih cerah.

Tapi beruntungnya, saat itu Gunung Bromo belum sepadat seperti saat sekarang, memang sudah mulai dikunjungi tapi tidak begitu ramai. Bukit teletubies masih dikunjungi maksimal 5 jeep saat kami di sana. Sekarang bahkan sudah berdiri beberapa warung dan mirip pasar. Memang sih, itu sudah 5 tahun yang lalu, dan sejauh masih terjaga keasriannya, spot wisata ini juga bisa membantu perekonomian warga sekitar.

Bukit Teletubies, Gunung Bromo

Minggu kedua November lalu, harapan untuk bisa kembali ke Bromo dengan pemandangan yang berbeda akhirnya terbayarkan. Pemandangan matahari terbit kali ini sangat cerah. Meskipun benar-benar lebih butuh perjuangan kali ini.

Sunrise di Gunung Bromo.
Sumringah karena kali ini sangat cerah.

Tahun 2014 kami ke Bromo dari jalur Malang, jadi bukit penatapan yang kami datangi tidak terlalu dekat tapi cukup ramai dikunjungi dan view Bromo cukup terlihat meskipun agak jauh. Kali ini, kami dari jalur Probolinggo dan merupakan jalur terdekat. Kawasan Taman Nasional Gunung Bromo, Tengger, Semeru ini memang sangat luas mencakup Probolinggo, Malang, Pasuruan.

Indahnya Bromo, meskipun sedang berangin cukup kencang.

Bukit penatapan yang kami tempuh pun adalah yang terdekat. Namun, cuaca sangat berangin malam itu. Angin yang kencang otomatis membawa pasir yang tak kenal ampun. Siapa pun yang tahu Gunung Bromo pasti paham kalau gunung ini identik dengan pasir yang tak ada habisnya. Maka siapkan masker atau buff saat berkunjung ke Bromo.

Spot di Love Hill, di bawah bukit penatapan.

Angin yang kencang sampai-sampai membuat badan saya yang cukup bongsor ini sampai goyah. Saat mengambil foto dengan handphone pun harus hari-hari karena takut handphone terbawa angin dari tangan saya. Tak sedikit teman yang mengeluhkan matanya kelilipan pasir. Untungnya, saya pemakai kaca mata minus jadi cukup tertolong untuk urusan pasir di mata.

Cerah di Kaki Bromo.

Tapi, begitu surya mulai menunjukkan dirinya, langit mulai kemerahan, angin pun mulai reda. Ribuan pasang mata hanya fokus ke satu titik yakni matahari. Keindahan matahari terbit dari balik bukit menghipnotis setiap yang melihat. Yang saya rasakan hanya kesyahduan. Inilah yang selalu saya rindukan dan cintai saat mendaki gunung: keheningan, kesyahduan, dan kemegahan matahari terbit. Betapa kuasanya Sang Pencipta yang membuat semua ini. *Ambil tissue saking terharu.

Di Akasi, Bromo.

Kali ini, pemandangannya sangat dekat. Gunung Bromo, Gunung Batok, dan Semeru terlihat lebih jelas dari dulu. Matahari pun sangat cerah dan cantik. Ahh, bahagianya kembali ke Bromo. Terimakasih Tuhan.

Jeep warna-warni paling matching dengan Bromo.

Berbicara mengenai kesempatan kedua untuk datang ke suatu tempat yang sama, pernah juga ku alami sebelumnya. Akan ku ceritakan di tulisan berikutnya ya! Silakan menikmati hasil jepretanku di Gunung Bromo!

See you again, Bromo!

Published by Feni Saragih

Everywhere is my study field, everywhere is worth to walk.

Leave a comment

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: